Senin, 30 Maret 2020


KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU



1. QS. At-Taubah (9) : 122 beserta hukum tajwidnya



Artinya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

HUKUM TAJWID

1. وَم اَ
Mad Thobi’i

Karena huruf mim berharakat fathah bertemu alif dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 harakat.

2. كَانَ
Mad Thobi’i

Karena huruf kaf berharakat fathah bertemu alif dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 harakat.

3. الْمُؤْ
Alif Lam Qamariyah

Karena huruf alif lam bertemu huruf mim. Dibaca jelas

4. مِنُونَ
Mad Thobi’i

Karena huruf nun berharakat dhamah bertemu wau sukun dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 harakat.

5. لِيَنْفِرُوا
Ikhfa’

Karena huruf nun sukun bertemu huruf fa’. Cara membacanya samar dengan dengung dan ditahan selama 3 harakat. Pada waktu mengucapkan huruf nun mati, sikap lidah dan bibir dipersiapkan menempati huruf fa’

6. لِيَنْفِرُوا
Mad Thobi’i

Karena huruf ra berharakat dhamah bertemu wau sukun dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 harakat.

7. كَافَّةً
Mad lazim kilmi mutsaqqal

Karena huruf mad bertemu dengan huruf bertasydid dalam satu kata. Cara membacanya panjang 6 harakat. Mad lazim kilmi mutsaqqal karena huruf mad bertemu dengan huruf bertasydid dalam satu kata. Cara membacanya panjang 6 harakat.

8. كَافَّة ْ ۚ فَلَو
Ikhfa’

karena huruf ta berharakat fathah tanwin bertemu huruf fa'. Cara membacanya samar dengan dengung dan ditahan selama 3 harakat. Pada waktu mengucapkan huruf nun mati, sikap lidah dan bibir dipersiapkan menempati huruf fa'. Tetapi, kalau di waqaf maka tidak berlaku hukum ini.

9. فَلَوْ
Mad Layn

Karena huruf wau sukun didahului oleh huruf lam berharakat fathah. Dibaca panjang 2 harakat.

10. لَا
Mad Thobi’i

Karena huruf lam berharakat fathah bertemu alif dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 harakat.

11. مِنْكُلِّ

Ikhfa’

Karena huruf nun sukun bertemu huruf kaf. Cara membacanya samar dengan dengung dan ditahan selama 3 harakat. Cara pengucapan seperti bunyi "ng".

12. فِرْقَةٍ مِنْ
Idgham bighunnah

Karena huruf ta berharakat kasrah tanwin bertemu huruf mim. Dibaca masuk dengan dengung dan ditahan sampai 3 harakat.

13. مِنْهُمْ
Idzhar Halqi

sebab huruf nun sukun bertemu huruf ha. Dibaca jelas tidak berdengung sama sekali.

14. مِنْهُمْ طَا
Idzhar Syafawi

Karena huruf mim sukun bertemu dengan huruf tha’. Cara membacanya dengan jelas

15. طَائِفَةٌ
Mad Wajib Muttasil

Karena huruf mad bertemu hamzah dalam satu kata. Dibaca panjang 4 atau 5 harakat

16. ئِفَةٌلِيَتَفَقَّهُو
Idgham Bilaghunnah

Karena huruf ta berharakat dhamah tanwin bertemu huruf wau sukun. Dibaca lebur tanpa dengung. Bunyi tanwin hilang

17. لِيَتَفَقَّهُو
Mad Thobi’i

Karena huruf ha berharakat dhamah bertemu wau dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 harakat.

18. الدِّينِ
Alif lam syamsiyah

Karena huruf alif lam bertemu huruf syamsiyah dal. Dibaca idgham (masuk ke huruf dal ).

19. الدِّينِ
Mad Thobi’i

Karena huruf dal berharakat kasrah bertemu ya' sukun dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 harakat.

20. وَلِيُنْذِ
Ikhfa’

Karena huruf nun sukun bertemu huruf dzal. Cara membacanya samar dengan dengung dan ditahan selama 3 harakat. Pada waktu mengucapkan huruf nun mati, sikap lidah dan bibir dipersiapkan menempati huruf dzal.

21. لِيُنْذِرُو
Mad Thobi’i

Karena huruf ra berharakat dhamah bertemu wau sukun dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 harakat.

22. قَوْ
Mad Layn

Karena huruf wau sukun didahului oleh huruf qaf berharakat fathah. Dibaca panjang 2 harakat.

23. قَوْمَهُمْ إ
Idzhar Syafawi

Karena huruf mim sukun bertemu dengan huruf hamzah. Cara membacanya dengan jelas.

24. إِذَا
Mad Thobi’i

Karena huruf dzal berharakat fathah bertemu alif dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid. Cara membacanya panjang 2 harakat.

25. رَجَعُواإ
Mad jaiz munfasil

Karena huruf mad bertemu hamzah di lain kata. Dibaca panjang 2/ 4 atau 5 harakat.

26. إِلَيْهِمْ
Mad Layn

Karena huruf ya’ sukun didahului oleh huruf lam berharakat fathh. Dibaca panjang 2 harakat

27. إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ
Idzhar Syafawi

Karena huruf mim sukun bertemu dengan huruf lam. Cara membacanya dengan jelas

28. لَعَلَّهُمْ يَحْذَ
Idzhar Syafawi

Karena huru mim sukun bertemu dengan huruf ya’. Cara membacanya dengan jelas

29. يَحْذَرُونَ
Mad Arid lissukun

Karena huruf mad jatuh sebelum huruf yang diwaqaf. Cara membacanya dengan diperpanjangkan 2 sampai 6 harakat



2. Mengapa orang yang berilmu diangkat derajatnya?

Dalam Quran Surah Al Mujadallah (58) : 11 Allah berfirman



“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah. Niscaya Allah Swt. akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, berdirilah kamu, maka berdirilah. Niscaya Allah Swt. akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Swt. Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (Surah al-Mujadalah/58: 11)

Surah al-Mujadalah/58 ayat 11 menjelaskan keutamaan orang-orang beriman dan berilmu pengetahuan.


Surat Al Mujadalah ayat 11 menjelaskan adab menghadiri majelis. Yakni hendaklah setiap orang berlapang-lapang dalam majlis. Jangan sampai seorang muslim mengambil tempat duduk yang tidak perlu. Hendaklah ia mempersilakan orang lain agar bisa turut duduk di majelis tersebut.

Ayat ini turun berkenaan dengan majelis Rasulullah di serambi masjid Nabawi pada hari Jumat. Waktu itu datang sejumlah sahabat ahli badar yang biasanya diberi tempat khusus oleh Rasulullah. Saat ahli badar ini datang dan mengucap salam, mereka menjawab salam tapi tidak memberi tempat duduk.

Maka Rasulullah pun memerintahkan sahabat lainnya untuk bangkit dan memberi tempat duduk bagi ahli badar tersebut. Orang-orang munafik yang mengetahui peristiwa ini kemudian menuduh Rasulullah tidak adil. Rasulullah lantas menjelaskan bahwa mereka yang berlapang-lapang dalam majlis dan bangkit untuk memberi tempat duduk ahli badar, akan diberkahi Allah. Allah pun menurunkan Surat Al Mujadilah ayat 11 ini.

Ayat ini menjelaskan keutamaan orang-orang yang berlapang-lapang dalam majlis. Bahwa Allah akan memberikan kelapangan untuk mereka.

Ayat ini juga menunjukkan keutamaan ahli ilmu. Bahwa orang-orang yang beriman dan berilmu akan ditinggikan derajatnya oleh Allah.

Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir menjelaskan, tingginya derajat itu akan didapatkan oleh orang-orang yang berilmu baik di dunia maupun di akhirat.


Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Karena, apabila Allah menginginkan kebaikan bagimu, maka Allah akan memberikan pemahaman ilmu kepadamu.

Agama sekarang ini ibarat ilmu yang sepele dan diremehkan oleh banyak orang. Padahal dengan ilmu agama kita dapat terhindar dari hal yang mungkar.

Silahkan menuntut ilmu dari dunia, akan tetapi tentu tidak melupakan ilmu yang terpenting yaitu ilmu agama yang akan menyelamatkan kita dunia akhirat. Ilmu tersebut tentunya kita dapatkan dari Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW


3. Tujuan orang menuntut ilmu

Hendaklah seseorang mempelajari dan mendalami ilmu agama dengan niat yang ikhlas dan untuk menghilangkan kekurangan dan kebodohan pada dirinya.

Allah SWT memberitahukan bahwa Dia mengeluakan kita dari perut ibu dalam keadaan bodoh.

Allah berfirman”Dan Allah  telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” (An Nahl: 78)

Seorang penyair bertutur ”Ilmu mengangkat rumah yang tidak bertiang dan kebodohan merusak rumah yang kokoh dan tinggi.” Oleh karena itu hendaklah kita meluruskan niat dalam belajar sehingga Allah SWT berkenan untuk mengangkat derajat kita.

Seorang yang belajar agama atau menuntut ilmu, seharusnya tidak menjadikan ilmu hanya sebagai tujuan, namun ilmu merupakan wasilah atau sarana untuk beramal saleh baik dalam aqidah, ibadah, akhlak, adab atau muamalah.

Seseorang yang memiliki ilmu seperti seseorang yang membawa senjata, karena hal itu bisa bermanfaat baginya atau justru bisa membahayakan dirinya.

Nabi Muhammad SAW bersabda ”Al Qur’an itu hujjah (argumen) bagimu atau atasmu.” [HR. Muslim]

Dengan demikian ilmu tentang Al Qur’an dan As Sunnah adalah ilmu yang memiliki keutamaan yang agung, di mana pemiliknya beramal atasnya dengan pemahaman yang benar, sehingga Allah SWT mengangkat derajat dan memuliakannya.

Tujuan menuntut ilmu yang baik adalah :
1. Mengharap ridha Allah
2. Agar sukses dunia akhirat
3. Mengetahui cara mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah
4. Bermanfaat bagi banyak orang
5. Agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama
6. Supaya mampu menyelesaikan berbagai macam permasalahan dalam kehidupan

4. Mengapa harus menuntut ilmu?

Sebagian di antara kita mungkin menganggap bahwa hukum menuntut ilmu agama sekedar sunnah saja, yang diberi pahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya. Padahal, terdapat beberapa kondisi di mana hukum menuntut ilmu agama adalah wajib atas setiap muslim (fardhu ‘ain) sehingga berdosalah setiap orang yang meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadits ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama), termasuk kata “ilmu” yang terdapat dalam hadits di atas.


Menuntut ilmu agama merupakan kewajiban bagi setiap muslim tanpa mengenal usia; anak anak, remaja sampai yang tua baik itu wanita maupun pria dianjurkan untuk menuntut ilmu agama. Seperti kata mutiara,”Tuntutlah ilmu sejak dari buaian (lahir) sampai liang lahat (meninggal)”

Begitu pentingnya ilmu agama bagi ummat muslim dimana semua amal ibadah yang dilakukan harus berlandaskan ilmu untuk mendapatkan pahala yang sempurna dari Allah swt

5. Apa itu ilmu manfaat?

ilmu yang bermanfaat. Sebanyak apapun ilmu yang kita dapatkan jika tidak bermanfaat, maka hal itu tidak akan ada gunanya. Namun, selama ini kita terkadang tidak mengerti bagaimana ciri-ciri ilmu yang bermanfaat sehingga tidak ada antisipasi secara khusus dan mawas diri dari kita selaku pencari ilmu.

Imam Al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah menjelaskan secara rinci ciri-ciri ilmu yang bermanfaat dan tidak bermanfaat.

 والعلم النافع هو ما يزيد في خوفك من الله تعالى، ويزيد في بصيرتك بعيوب نفسك، ويزيد في معرفتك بعبادة ربك، ويقلل من رغبتك في الدنيا، ويزيد في رغبتك في الآخرة، ويفتح بصيرتك بآفات أعمالك حتى تحترز منها، ويطلعك على مكايد الشيطان وغروره،

Artinya, “Ilmu yang bermanfaat adalah menambah rasa takutmu kepada Allah, menambah kebijaksanaanmu dengan aib-aib dirimu, menambah rasa makrifat dengan beribadah kepada Tuhanmu, serta meminimalisasi kecintaanmu terhadap dunia, dan menambah kecintaanmu kepada akhirat, membuka pandanganmu atas perbuatan jelekmu, hingga kaudapat menjaga diri dari hal itu, serta membebaskanmu dari tipu daya setan,” (Lihat Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, [Kairo: Maktabah Madbuli, 1993 M], halaman 38).

Dari penjelasan Al-Ghazali di atas, bisa diperinci bahwa ciri-ciri ilmu yang bermanfaat adalah sebagai berikut:

1. Menambah rasa takut kita kepada Allah SWT.
2. Kita semakin menyadari aib-aib yang telah kita lakukan.
3. Bertambahnya makrifat kita kepada Allah dengan semakin banyak beribadah kepada-Nya.
4. Berusaha untuk meminimalisasi cinta kita kepada dunia.
5. Menambah rindu dan cinta kita kepada amal akhirat.
6. Mengoreksi perbuatan-perbuatan kita yang tercela dan berusaha untuk menghindar dari perbuatan tersebut.
7. Selalu dijauhkan dari tipudaya setan.

Selain tujuh hal di atas, Imam Al-Ghazali juga menjelaskan secara rinci bagaimana tipu daya setan yang dimaksud dalam poin ketujuh di atas. Imam al-Ghazali mengatakan bahwa karena tipu daya setan tersebut kita menjadi ulama su’ (ulama yang tercela). Akibat tipu daya setan tersebut, kita selalu menjadikan agama sebagai ladang mencari dunia, menjadikan ilmu sebagai alat untuk mendapatkan harta dari para pejabat, bahkan ada yang sampai memakan harta wakaf dan anak yatim hingga mengakibatkan waktu kita habis dengan angan-angan untuk mendapatkan dunia, pangkat, dan kedudukan. Na‘udzubillah min dzalik.

Untuk itu, sebagai thalibul ilmi, kita harus selalu memperhatikan beberapa hal ini. Jangan sampai kita terperdaya dengan tipu muslihat yang diberikan setan kepada kita. Seolah-olah hal itu lumrah, tapi sesungguhnya itu adalah jalan setan untuk menjadikan kita sebagai golongan yang rugi karena ilmu yang tidak bermanfaat.